![]() |
Foto Roti Bakar Edi Klasik |
Suara Kecil yang Tersisih
Sering kita dengar jargon pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai penyelamat UMKM. Katanya mudah, katanya cepat, katanya tanpa ribet. Tapi, apakah benar UMKM kecil yang di gang sempit, pasar tradisional, atau kios pinggir jalan bisa merasakan manisnya dana segar itu? Nyatanya, banyak yang hanya bisa gigit jari.
Janji Manis, Proses Pahit
Saya pernah berbincang dengan pedagang gorengan di pasar sore. Ia sudah tiga kali mencoba mengajukan KUR. Namun, jawabannya selalu sama: Bapak belum memenuhi syarat.
Syarat itu macam-macam—mulai dari administrasi yang berlapis-lapis, jaminan yang seakan wajib, hingga laporan keuangan rapi yang mustahil dimiliki penjual nasi uduk keliling. Akhirnya, janji manis tinggal cerita.
Bank Lebih Sayang yang Besar
Ironisnya, justru UMKM menengah—yang sudah punya toko rapi, omzet stabil, dan rekening gendut—yang lebih mudah dapat KUR. Bank merasa lebih aman meminjamkan ke mereka. Sedangkan UMKM kecil dianggap berisiko tinggi, padahal mereka yang paling butuh. Inilah kenyataan pahit: yang kecil makin terhimpit, yang besar makin dimanja.
Birokrasi Seperti Tembok Tinggi
Coba bayangkan seorang pedagang sayur keliling harus mengisi formulir panjang, menyertakan fotokopi berlapis, hingga membuat laporan usaha bulanan. Lalu disuruh bolak-balik ke kantor cabang bank yang jaraknya 7 kilometer. Belum lagi kalau diminta rekening listrik atau surat keterangan usaha dari kelurahan. Rasanya birokrasi itu seperti tembok tinggi yang sulit ditembus.
alan Pintas: Utang Rentenir
Karena sulit mengakses KUR, banyak UMKM kecil justru terjebak pada pinjaman rentenir atau fintech ilegal. Uangnya cair cepat, tapi bunganya bikin sakit kepala. Begitulah mereka dipaksa bertahan, meski sebenarnya sudah ada KUR yang katanya diperuntukkan untuk mereka. Tragis, bukan?
Solusi Bukan Sekadar Angka
Jika pemerintah benar-benar peduli, KUR harus diturunkan sampai benar-benar bisa dijangkau. Bukan sekadar target pencairan angka triliunan yang dipamerkan di konferensi pers. Harus ada petugas lapangan yang mendampingi, memberi edukasi, bahkan membantu UMKM mengurus dokumen. Prosesnya jangan dibuat seperti lomba administratif, tapi lebih manusiawi.
Harapan Masih Ada
Saya percaya, UMKM kecil itu ibarat akar rumput perekonomian. Mereka tidak minta banyak, hanya akses modal yang adil dan mudah. Jika KUR benar-benar bisa menyentuh mereka, ekonomi rakyat akan lebih kuat, lebih mandiri, lebih sejahtera. Harapan itu masih ada, asal kebijakan turun bukan hanya di kertas, tapi juga di hati rakyat kecil.
UMKM Tertekan Modal Untuk Sewa Kios
Suara UMKM yang Kian Terdengar
Setiap kali saya jalan-jalan ke pasar tradisional atau pusat perbelanjaan, selalu ada cerita menarik dari para pelaku UMKM. Mereka semangat, mereka kreatif, tapi satu hal yang hampir selalu dikeluhkan: sewa kios yang makin menggila Rasanya belum buka dagangan, modal sudah ludes untuk bayar sewa.
Sewa Kios, Beban atau Investasi?
Di satu sisi, kios memang jadi wajah usaha. Letaknya strategis, bisa menarik pembeli. Tapi, kalau harga sewanya melambung, bukannya berkembang malah tercekik. Banyak pelaku UMKM yang harus rela menunda inovasi karena uangnya habis buat bayar kios.
Ada yang bilang sewa itu investasi jangka panjang. Betul. Tapi kalau hasil dagangan belum stabil, investasi itu justru berubah jadi jerat.
Kreativitas Tumbuh di Tengah Tekanan
Menariknya, tekanan ini justru bikin banyak UMKM lebih kreatif. Saya pernah ketemu penjual kue yang awalnya mau sewa kios di mal, tapi akhirnya buka lapak online. Hasilnya? Lebih laris, tanpa harus keluar biaya besar untuk sewa.
Ada juga yang berkolaborasi. Dua sampai tiga UMKM patungan sewa satu kios. Biaya jadi ringan, pelanggan tetap datang, usaha jalan terus.
Alternatif Solusi untuk UMKM
Jalan keluar pasti ada, asal mau cari. Beberapa langkah yang mulai populer antara lain:
- Mengoptimalkan platform digital.
Jualan online lebih murah ketimbang sewa kios fisik.
- Mencari ruang usaha kreatif.
Misalnya, memanfaatkan rumah, garasi, atau ikut bazar temporer.
- Bermitra dengan pemerintah atau swasta.
Kadang ada program bantuan ruang usaha bagi UMKM.
- Kolaborasi antar pelaku usaha.
Sewa kios bersama jadi opsi paling realistis.
Harapan untuk Kebijakan Pro-UMKM
Saya pribadi berharap, pemerintah lebih serius memberi ruang aman bagi UMKM. Bukan cuma subsidi modal, tapi juga penyediaan kios dengan harga sewa terjangkau. Bayangkan, kalau UMKM diberi napas lega, mereka bisa lebih fokus berinovasi, meningkatkan kualitas produk, dan tentu saja membuka lebih banyak lapangan kerja.
Menutup Cerita dengan Optimisme
Walau tekanan modal untuk sewa kios terasa berat, semangat UMKM Indonesia tetap menyala. Saya percaya, dengan kreativitas, kolaborasi, dan dukungan kebijakan yang tepat, UMKM bisa terus jadi tulang punggung ekonomi negeri ini.
Tantangan besar? Iya.
Tapi bukan berarti harus menyerah.
UMKM kita sudah terbiasa kuat meski ditekan, tumbuh meski dihimpit.
Janji Pemerintah Hanya Partamogana
BalasHapus