![]() |
Author |
Sebagai pelaku UMKM, saya merasa cukup kesulitan melakukan proses sertifikasi halal di Indonesia. Terutama sejak adanya platform Sihalal. Mungkin bagi beberapa orang, ini terdengar seperti langkah maju untuk mendigitalisasi proses birokrasi yang lebih cepat dan efisien. Namun, kenyataannya, bagi kami yang berkecimpung dalam usaha kecil menengah, proses ini bisa menjadi tantangan tersendiri. Apakah Anda juga merasakannya?
Awal Kemunculan Sihalal: Harapan yang Membumbung Tinggi
Ketika pertama kali mendengar tentang Sihalal, saya optimis. Sistem yang katanya akan mempercepat sertifikasi halal ini seolah membawa angin segar bagi kami, para pelaku usaha. Bayangan bahwa proses sertifikasi akan menjadi lebih mudah dan cepat berputar di kepala. Namun, apa yang saya dapat dari proses Sihalal ternyata jauh dari harapan.
Sistem daring yang diusung oleh Sihalal memang terdengar canggih. Namun, sayangnya, justru tidak sesuai ekspektasi. Platform ini seringkali lambat dan kurang responsif. Bukannya mempermudah, malah menambah beban administratif.
Menjelajahi Proses Sertifikasi: Dari Satu Dokumen ke Dokumen Lain
Sebagai pemilik UMKM, waktu sangat berharga. Ketika harus mengurus berbagai dokumen melalui Sihalal, prosesnya terasa berbelit-belit. hingga sertifikasi keamanan produk butuh waktu yang tidak sedikit. Kadang-kadang, sistem Sihalal juga mengalami kendala teknis, membuat kami harus bolak-balik mengunggah ulang dokumen.
Belum lagi, bahasa birokrasi yang digunakan terkadang sulit dimengerti. Saya sering harus meminta bantuan teman untuk menerjemahkan istilah-istilah yang tidak familier. Mengurus hal-hal ini membutuhkan kesabaran ekstra.
Waktu dan Biaya yang Membengkak
Tidak bisa dimungkiri, proses sertifikasi halal melalui Sihalal juga memakan biaya. Bagi UMKM, biaya ini bisa terasa sangat memberatkan, apalagi jika dibandingkan dengan omzet yang tidak seberapa besar. Ditambah lagi dengan biaya administrasi tambahan yang kadang-kadang muncul tanpa pemberitahuan.
Prosesnya yang berlarut-larut juga menyebabkan penundaan dalam produksi. Produk yang seharusnya bisa segera dipasarkan harus tertunda karena sertifikasi halal belum rampung. Hal ini tentu sangat merugikan, terutama bagi UMKM yang masih dalam tahap merintis.
Dukungan Kurang Maksimal dari Pihak Terkait
Satu hal yang membuat saya makin frustrasi adalah kurangnya dukungan dari pihak terkait. Ketika menghadapi kendala, misalnya sistem error atau kendala dalam verifikasi dokumen, mendapatkan bantuan dari pihak terkait terasa sangat sulit.
Kondisi ini tentu membuat saya bertanya-tanya, apakah proses sertifikasi halal memang dirancang untuk mempermudah, atau justru sebaliknya?
Harapan untuk Perbaikan Sistem
Sebagai pelaku UMKM, saya dan teman-teman pengusaha kecil lainnya berharap ada perbaikan nyata dalam sistem sertifikasi halal di Sihalal. Prosesnya seharusnya tidak hanya cepat secara teori, tetapi juga praktis dan mudah diakses oleh semua kalangan, terutama bagi kami yang mungkin tidak terlalu familier dengan teknologi.
Peningkatan dukungan teknis, penyederhanaan proses, dan pengurangan biaya adalah beberapa hal yang sangat kami nantikan. Dengan adanya perbaikan ini, kami berharap bisa lebih fokus pada pengembangan produk dan pelayanan, tanpa terlalu terbebani oleh birokrasi.
Kesimpulan: Mari Berkolaborasi untuk Kemajuan
Meskipun proses sertifikasi halal di Sihalal saat ini masih merepotkan, saya percaya bahwa dengan perbaikan dan kolaborasi antara pemerintah, platform, dan pelaku UMKM, kita bisa menemukan solusi yang lebih baik. Saya tetap optimis bahwa pada akhirnya, proses ini akan menjadi lebih mudah dan efisien, membantu kami dalam menjalankan usaha dengan lebih tenang.
Sebagai pengusaha kecil, saya percaya bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Dan meskipun birokrasi sertifikasi halal saat ini masih jauh dari kata sempurna, kita tetap bisa bergerak maju bersama, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dengan produk yang terjamin halal.